Contoh Kasus tentang Pelanggaran Kode
Etik pada Kantor Akuntan Publik
Kasus Manipulasi Pajak PT. Bank Jabar Banten Tbk.
PT. Bank Jabar Banten Tbk diduga memanipulasi pembayaran kekuramgan
pajak dengan menyetor dana jauh lebih rendah daripada seharusnya pada
periode 2002, serta memberikan sejumlah kompensasi kepada tim pemeriksa pajak.
Hal ini terungkap dalam surat dakwaan primer kedua atas terdakwa Umar
Sjarifuddin, mantan Direktur Utama PT Bank Jabar Banten Tbk, dalam
persidangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta kemarin.
Jaksa penuntut umum (JPU) Rudi Margono mengungkapkan tim pemeriksa
pajak akhirnya menurunkan jumlah kewajiban pajak kurang bayar menjadi Rp
7,27 milyar dari jumlah seharusmya menjadi Rp 51,80 milyar. Terdakwa, tuturnya,
kemudian menyetujui biaya konsultasi sebesar Rp 1,55 miliar setelah tim
pemeriksa memeriksa pajak menurunkan jumlah pajak kurang bayar tersebut.
Dana itu, menurut jaksa, diserahkan sebelum diterbitkannya surat ketatapan
pajak kurang bayar (SKPKB).
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) telah menetapkan empat tersangka
kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan pajak PT. Bank Jabar Banten Tbk.
Tersangka berinisial DRM,MY,HAB,RY. Mereka ditahan di rumah tahanan polda metro
jaya. Setelah menetapkan kepala kantor pemeriksaan dan penyedikan pajak Bandung
satu, Edi Setiadi (ES) sebagai tersangka. Kini pengembangan kasus tersebut
menyeret mantan pimpinan divisi akuntansi PT. Bank Jabar Banten, Hery Achmad
Buchori serta empat tersangka lain yang merupakan satu tim pemeriksa pajak
yang ketika itu bertugas atas perintah Edi Setiadi sebagai kepala
kantor pemeriksaan dan penyedikan pajak Bandung satu. Keempat orang
itu yakni Roy Yuliandri (ketuatim), Dedi Suardi (pengawas), dan Muhammad Yazid
(anggota) dan Dien Rajana Mulya.
KPK, jelas-jelas menemukan bahwa Hery Achmad Buchory saat menjabat
sebagai pimpinan divisi akuntansi diduga bersama dengan terdakwa mantan
direktur utama Bank Jabar Banten Umar Syarifuddin memberikan uang kepada
pemeriksa pajak, sedangkan keempat tersangka diduga dengan Edi Setiadi menerima
sesuatu dari Heri Achmad Buchori dan Umar Syarifuddin. Dalam kasus ini, Edi besama keempat tersangka
ini diduga menerima imbalan senilai Rp 2,55 milyar atas jumlah pajak kurang
bayar Bank Jabar Banten tahun buku 2002.
PT. Bank Jabar Banten diduga memanipulasi pembayaran kekurangan pajak
dengan menyetor dana lebih rendah daripada semestinya. Pejabat Bank Jabar
Banten juga memberikan sejumlah kompensasi kepada team pemeriksa pajak.
Peningkatan status kepada kelimanya didapatkan KPK setelah mendapatkan beberapa
bukti dari hasil persidangan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan
pajak bandung satu, Edi Setiadi (ES) ,´imbuh Johan.
Masing - masing tersangka dijerat dengan pasal berbeda. Dari Achmad
Buchori dengan pasal 5 ayat (1) atau pasal 13 dan pasal 12 huruf b ayat (2)
UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi juncto UU No.20 tahun 2001
juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP sedangkan empat
tersangka dijerat pasal 12 hurf a atau b atau pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 UU
No.31 tahun 1999 juncto nomor UU 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) ke 1
Jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Dalam Persidangan Edi Setiadi, terungkap tim
pemeriksa pajak telah menurunkan jumlah kewajiban pajak kurang bayar menjadi Rp
7,27 milyar dari jumlah seharusnya Rp 51,80 milyar. Tim penuntut umum pada KPK
menyatakan, ada ‘biaya konsultasi’ sebesar Rp 1,55 milyar setelah tim
pemeriksa pajak menurunkan jumlah pajak kurang bayar tersebut. Awalnya, ‘biayakonsultasi’
berjumlah Rp 2,55 milyar uang itu diterima melalui Edi Setiadi dalam dua tas melalui
dua tas perantara.
Kesimpulan dan Saran
Tujuan bisnis tentu meraup laba. Tapi perilaku (etika) pebisnis
lazimnya dalam mencapai target keuntungan itu berbeda antar sesama pebisnis.
Para pelaku bisnis memiliki perbedaan perspektif dalam memahami etika
bisnis. Ada yang melihat etika hanya bentuk dari peraturan untuk membedakan
yang baik atau buruk dalam bisnis. Namun ada juga pebisnis lebih memahami etika
bisnis sebagai ketaatan pada undang-undang dan peraturan serta
mekanisme pasar. Sebaliknya ada pelaku bisnis yang lebih mengedepankan
profit yang besar dengan segalacara , mengabaikan etika bisnis tanpa kejujuran dan
tanpa rasa malu (guilty complex) atau sedikit modal uang dan tanpa kerja keras tetapi
menghasilkan uang/untung yang banyak. Di masa orde baru pebisnis semacam
ini lazim melakukan bisnis dengan memanfaatkan fasilitas atau bisnis koneksi. Bisnis
fasilitas akan menimbulkan persaingan usaha yang sehat, bahkan bertentangan
dengan persaingan usaha itu sendiri.
Seorang akuntan sering menjadi korban pemaksaan untuk membuat laporan
akuntansi palsu atau mengubah laporan tersebut. Karena akuntansi adalah
sebuah bagian penting dalam perusahaan yang mengolah data keuangan. Bagian
ini bisa disebut sebagai jantung perusahaan karena baik tidaknya perkembangan
sebuah perusahaan ditentukan dari output data akuntansi perusahaan.
Mengenai praktek bisnis yang dikembangkan dengan tidak didasarkan etika
diharapkan dapat memberikan pengetahuan bahwa etika adalah kunci untuk
membangun perekonomian yang sehat dan kuat di atas kekuatan sendiri, sehingga
dalam jangka panjang akan menciptakan stabilitas ekonomi. Perekonomian yang
stabil dan tumbuh pada kekuatan yang riil dalam memenangkan persaingan, adalah
suatu proses pelatihan bagi para pelaku ekonomi dan bisnis, sehngga pelaku
bisnis dapat memenangkan. Pelatihan itu hanya akan memberikan kemajuan jika
dilakukan dengan cara yang baik, yaitu penggunaan etika yang benar.
Sumber
: http://www.scribd.com/doc/81244200/Makalah-Etika-Bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar