Sabtu, 26 Maret 2011

Hak-Hak Paten

Hak Paten
Hak paten, atau lebih sering disebut paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara, dalam hal ini, Pemerintah Republik Indonesia, kepada investor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuan tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya (UU 14 tahun 2001, ps.1, ay.1).
Kata paten, diambil dari bahasa Inggris yaitu “patent”, yang awalnya berasal dari kata “patere” yang artinya membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu.
Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.
HAK PATEN DI INDONESIA

I. Pengertia Hak Paten
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah):

•Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)

•Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)

Secara garis besar, manfaat dari perlindungan paten adalah sebagai berikut:
•Merupakan insentif untuk menghasilkan teknologi baru
•Menciptakan iklim yang mendorong penerapan teknologi baru dalam industri secara sukses
•Mendorong alih teknologi
•Merupakan alat untuk perencanaan dan perumusan industri
•Mendorong penanaman modal

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran paten sangat penting apalagi dijaman modern ini. Industri banyak berkembang, kreasi-kreasi dan penemuan-penemuan baru banyak diciptakan.

Namun, prosedur yang berbelit-belit dan prosesnya yang lama terkadang menjadi momok bagi para perajin usaha kecil. Minat UKM (Usaha Kecil Menengah) masih dapat dibilang kecil terhadap hak paten ini. Sebenarnya bagaimana prosedur pengajuan paten sehingga dikatakan lama dan berbelit belit? Prosedur permohonan paten berdasarkan Undang-Undang Paten No. 14 Tahun 2001 adalah sebagai berikut:
1. Permohonan Paten diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat).
2. Pemohon wajib melampirkan:
•surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melalui konsultan Paten terdaftar selaku kuasa;
•surat pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu;
•deskripsi, klaim, abstrak: masing-masing rangkap 3 (tiga);
•gambar, apabila ada : rangkap 3 (tiga);
•bukti prioritas asli, dan terjemahan halaman depan dalam bahasa Indonesia rangkap 4 (empat), apabila diajukan dengan hak prioritas.
• terjemahan uraian penemuan dalam bahasa Inggris, apabila penemuan tersebut aslinya dalam bahasa asing selain bahasa Inggris : rangkap 2 (dua);
bukti pembayaran biaya permohonan Paten sebesar Rp. 575.000,- (lima ratus tujuh puluh lima ribu rupiah); dan•
• bukti pembayaran biaya permohonan Paten Sederhana sebesar Rp. 125.000,- (seratus dua puluh lima ribu) dan untuk pemeriksaan substantif Paten Sederhana sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah);
• tambahan biaya setiap klaim, apabila lebih dari 10 klaim:Rp. 40.000,- per klaim.

3. Penulisan deskripsi, klaim, abstrak dan gambar sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf c dan huruf d ditentukan sebagai berikut:
• setiap lembar kertas hanya salah satu mukanya saja yang boleh dipergunakan untuk penulisan dan gambar;
• deskripsi, klaim dan abstrak diketik dalam kertas HVS atau yang sejenis yang terpisah dengan ukuran A-4 (29,7 x 21 cm ) dengan berat minimum 80 gram dengan batas sebagai berikut:
- dari pinggir atas : 2 cm
- dari pinggir bawah : 2 cm
- dari pinggir kiri : 2,5 cm
- dari pinggir kanan : 2 cm
• kertas A-4 tersebut harus berwarna putih, rata tidak mengkilat dan pemakaiannya dilakukan dengan menempatkan sisinya yang pendek di bagian atas dan bawah (kecuali dipergunakan untuk gambar);
setiap lembar• deskripsi, klaim dan gambar diberi nomor urut angka Arab pada bagian tengah atas dan tidak pada batas sebagaimana yang dimaksud pada butir 3 huruf b (1);
pada setiap lima baris pengetikan baris uraian dan• klaim, harus diberi nomor baris dan setiap halaman baru merupakan permulaan (awal) nomor dan ditempatkan di sebelah kiri uraian atau klaim serta tidak pada batas sebagaimana yang dimaksud pada butir 3 huruf b (3);
pengetikan harus dilakukan dengan menggunakan tinta (toner)• warna hitam, dengan ukuran antar baris 1,5 spasi, dengan huruf tegak berukuran tinggi huruf minimum 0,21 cm;
tanda-tanda dengan garis, rumus kimia, dan tanda-tanda tertentu dapat ditulis dengan tangan atau dilukis;•
• gambar harus menggunakan tinta Cina hitam pada kertas gambar putih ukuran A-4 dengan berat minimum 100 gram yang tidak mengkilap dengan batas sebagai berikut:
- dari pinggir atas : 2,5 cm
- dari pinggir bawah : 1 cm
- dari pinggir kiri : 2,5 cm
- dari pinggir kanan : 1 cm
• seluruh dokumen Paten yang diajukan harus dalam lembar-lembar kertas utuh, tidak boleh dalam keadaan tersobek, terlipat, rusak atau gambar yang ditempelkan;
setiap istilah yang dipergunakan dalam deskripsi, klaim, abstrak dan gambar harus konsisten satu sama lain.•

Pemeriksaan substantif diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dengan melampirkan bukti pembayaran biaya permohonan sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).
Dengan prosedur seperti yang dijelaskan di atas, para pengusaha terutama pengusaha kecil enggan untuk mengurus hak paten. Biaya yang ditentukan untuk permohonan paten juga masih dianggap mahal apalagi mengingat hak paten hanya diberikan selama beberapa tahun yaitu antara 10 sampai 20 tahun saja. Tentu para pengusaha harus berpikir beberapa kali sebelum mereka mematenkan karya mereka. Apalagi bagi usaha kecil menengah. Selain itu waktu pengumuman paten juga memakan waktu yang lama. Dalam pasal 42 UU 14/2001 tentang Paten disebutkan Pengumuman dilakukan:
a. dalam hal, Paten segera setelah 18 (delapan belas) bulan sejak Tanggal Penerimaan atau segera setelah 18 (delapan belas) bulan sejak tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; atau
b. dalam hal Paten Sederhana, segera setelah 3 (tiga) bulan sejak Tanggal Penerimaan.

Memang hak paten diberikan untuk melindungi hak-hak para inventor dan bertujuan untuk mendorong para inventor agar terus mengembangkan kreatifitas mereka. Namun dengan prosedur yang sangat rumit dan biaya yang masih dirasa belum dapat dijangkau oleh masyarakat kebanyakan membuat hak paten justru akan menghambat produksi Usaha Kecil Menengah. Mereka menjadi takut untuk berkreasi karena mereka takut karyanya akan dijiplak. Kalaupun mereka mau mematenkan karya mereka, mereka harus menunggu bertahun-tahun sampai permohonan hak paten mereka disetujui. Padahal mereka dituntut terus menghasilkan karya. Oleh karena itu, seharusnya dibuat sebuah sistem baru yang dapat memotong, memperingkas birokrasi dengan biaya yang lebih murah.

II. Hal-hal Yang Tidak Dapat Diberi Hak Paten
Paten tidak diberikan untuk :
• Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan.
• Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
• Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.

III. Jangka Waktu Paten
Paten diberikan untuk jangka waktu selama dua puluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.

IV. Hak Khusus Pemegang Paten
Pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
• dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten;
• dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam (a).

V. Pengumuman Permintaan Paten
Kantor paten mengumumkan permintaan paten yang telah memenuhi ketentuan (pasal 29 dan pasal 30 UU No. 13/1997) serta permintaan tidak ditarik kembali. Pengumuman dilakukan :
• Delapan belas bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten;atau
• Delapan belas bulan setelah tanggal penerimaan permintaan paten yang pertama kali apabila permintaan paten diajukan dengan hak prioritas.
• Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan :
• nama dan alamat lengkap penemu atau yang berhak atas penemuan dan kuasa apabila permintaan diajukan melalui kuasa
•judul penemuan
•tanggal pengajuan permintaan paten atau dalam hal permintaan paten dengan hak prioritas:tanggal, nomor dan negara di mana permintaan paten yang pertama kali diajukan
•abstrak
•klasifikasi penemuan
•gambar (bila ada)

VI. Berakhirnya Paten
Suatu paten dapat berakhir bila :
• Selama tiga tahun berturut-turut pemegang paten tidak membayar biaya tahunan, maka paten dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal yang menjadi akhir batas waktu kewajiban pembayaran untuk tahun yang ketiga tersebut.
• Tidak dipenuhinya kewajiban pembayaran biaya tahunan berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun kedelapan belas dan tahun-tahun berikutnya, maka paten dianggap berakhir pada akhir batas waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun yang kedelapan belas tersebut.

VII. Hak menggugat
Jika suatu paten diberikan kepada orang lain selain daripada orang yang berhak atas paten tersebut, maka orang yang berhak atas paten tersebut dapat menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar paten tersebut berikut hak-hak yang melekat pada paten tersebut diserahkan kepadanya untuk seluruhnya atau untuk sebagian ataupun untuk dimiliki bersama.

Hak-Hak Konsumen

Hak-Hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kesembilan hak konsumen tersebut yang makin perlu secara kontinu disosialisasikan kembali oleh pebisnis bersama media, YLKI, penegak hukum, pengacara, dan pengamat, terutama di daerah, agar tetap sadar adanya hak-hak konsumen yang terhitung "demand side" dari perekonomian, yakni masyarakat konsumen dan umum. Makin sadar akan hak dan kewajiban kedua pihak, "supply side" dan "demand side", maka semakin berbudaya kehidupan bangsa ini.

Sebagai bahan pembanding, yang pernah dijadikan referensi Lembaga Konsumen negeri ini, adalah hak-hak dasar umum yang diakui secara internasional. Hak-hak tersebut pertama kali disuarakan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat (AS), pada tanggal 15 Maret 1962 melalui "A special Message for the Protection of Consumer Interest" yang dalam masyarakat internasional lebih dikenal dengan "Declaration of Consumer Right". Dalam literatur umumnya disebut "empat hak dasar konsumen" (the four consumer basic rights). Hak-hak dasar yang dideklarasikan meliputi:

1.Hak untuk mendapat/memperoleh keamanan (the right to safety). Konsumen memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keamanan produk dan jasa. Misalnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi harus aman bagi kesehatan konsumen dan masyarakat umumnya. Produk makanan yang aman berarti produk tersebut memiliki standar kesehatan, gizi dan sanitasi serta tidak mengandung unsur yang dapat membayakan manusia baik dalam jangka pendek maupun panjang. Di AS hak ini merupakan hak pertama dan tertua serta paling tidak kontroversial karena hak ini didukung dan disetujui oleh kalangan bisnis dan konsumen atau yang dikenal sebagai pemangku kepentingan (stake holders).

2. Hak untuk memilih (the right to choose). Konsumen memiliki hak untuk mengakses dan memilih produk/jasa pada tingkat harga yang wajar. Konsumen tidak boleh ditekan atau dipaksa untuk melakukan pilihan tertentu yang akan merugikan dirinya. Jenis pasar yang dihadapi konsumen akan menentukan apakah konsumen bebas memilih atau tidak suka membeli produk atau jasa tertentu. Namun, dalam struktur pasar monopoli, konsumen dan masyarakat umum digiring berada dalam posisi yang lemah dengan resiko mengalami kerugian bila tidak memilih atau membeli produk dan jasa dari kaum monopolis.

3. Hak untuk memperoleh informasi (the right to be informed). Konsumen dan masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang sejelas jelasnya tentang suatu produk/jasa yang dibeli atau dikonsumsi. Informasi ini diperlukan konsumen atau masyarakat, agar saat memutuskan membeli tidak terjebak dalam kondisi resiko yang buruk yang mungkin timbul. Artinya, konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri/atribut negatif dari suatu produk, misalnya efek samping dari mengkonsumsi suatu produk, dan adanya peringatan dalam label/kemasan produk.

4. Hak untuk didengarkan (right to be heard). Konsumen memiliki hak untuk didegarkan kebutuhan dan klaim, karena hak ini terkait dengan hak untuk memperoleh informasi.
Walaupun perlindungan konsumen sudah diatur oleh UUPK. Namun, masih ada saja pelaku pe-bisnis manufaktur, distribusi, dunia perbankan dan jasa lainnya acap kali tidak berorientasi pada konsumen dan atau membiarkan bawahan atau cabang atau penyalur mencari lubang ketidaktahuan konsumen tentang hak hak konsumen yang sengaja ditutupi tutupi demi memperoleh laba .

Tidak ada salahnya kalau secara periodik manajemen baik pucak maupun menengah bisnis yang merasa profesional belajar kembali ke serangkaian konsep dasar hak-hak konsumen sebelum mensosialiasikan pada masyarakat konsumen dengan "plan and program" terjadwal yang bukan bersifat "pameran omong kosong" dan cari nama saja. Inilah wujud saling menghargai pelaku "supply dan demand" (co-creation of values) dalam perekonomian.

Undang-Undang Koperasi

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN
I. UMUM
Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Penjelasan Pasal 33 menempatkan Koperasi baik dalam kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Dengan memperhatikan kedudukan Koperasi seperti tersebut di atas maka peran Koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan.
Dalam kehidupan ekonomi seperti itu Koperasi seharusnya memiliki ruang
gerak dan kesempatan usaha yang luas yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi rakyat. Tetapi dalam perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat, pertumbuhan Koperasi selama ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Demikian pula peraturan perundang-undangan yang ada masih belum sepenuhnya menampung hal yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya Koperasi baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan dengan perkembangan lingkungan yang dinamis perlu adanya landasan hukum baru yang mampu mendorong Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri. Pembangunan Koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional.
Pengembangannya diarahkan agar Koperasi benar-benar menerapkan prinsip Koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian Koperasi akan merupakan organisasi ekonomi yang mantap, demokratis, otonom, partisipatif, dan berwatak sosial. Pembinaan Koperasi pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong agar Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat. Undang-undang ini menegaskan bahwa pemberian status badan hukum Koperasi, pengesahan perubahan Anggaran Dasar, dan pembinaan Koperasi merupakan wewenang dan tanggung jawab Pemerintah. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada Menteri yang membidangi Koperasi.
Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa Pemerintah mencampuri urusan internal organisasi Koperasi dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian Koperasi. Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, menciptakan dan mengembangkan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi. Demikian juga Pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada Koperasi.
Selanjutnya Pemerintah dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya dapat diusahakan oleh Koperasi. Selain itu Pemerintah juga dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu yang telah berhasil diusahakan oleh Koperasi untuk tidak diusahakan oleh
badan usaha lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi nasional dan perwujudan pemerataan kesempatan berusaha. Undang-undang ini juga memberikan kesempatan bagi koperasi untuk memperkuat permodalan melalui pengerahan modal penyertaan baik dari anggota maupun dari bukan anggota. Dengan kemungkinan ini, Koperasi dapat lebih menghimpun dana untuk pengembangan usahanya.
Sejalan dengan itu dalam Undang-undang ini ditanamkan pemikiran ke arah pengembangan pengelolaan Koperasi secara profesional. Berdasarkan hal tersebut di atas, Undang-undang ini disusun dengan maksud untuk memperjelas dan mempertegas jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, dan permodalan Koperasi serta pembinaan Koperasi, sehingga dapat lebih menjamin terwujudnya kehidupan Koperasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Ayat 2
Yang dimaksud dengan kehidupan Koperasi adalah aspek yang erat berkaitan dengan pembangunan Koperasi, seperti
misalnya falsafah, ideologi, organisasi, manajemen, usaha, pendidikan, pembinaan, dan sebagainya.
Pasal 5
Prinsip Koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut Koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.
Ayat 1
Prinsip Koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja Koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri Koperasi yang membedakannya dari badan usaha lain.
Huruf a
Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan Koperasi mengandung makna bahwa menjadi anggota Koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun.
Sifat kesukarelaan juga mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari Koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun.
Huruf b
Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan Koperasi dilakukan alas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
Huruf c
Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam Koperasi tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap Koperasi.
Ketentuan yang demikian ini merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan.
Huruf d
Modal dalam Koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan.
Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak didasarkan semata-mata alas besarnya modal yang diberikan. Yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar.
Huruf e
Kemandirian mengandung pengertian dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi,swadaya,berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.
Ayat 2
Disamping kelima prinsip sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), untuk pengembangan dirinya koperasi juga melaksanakan dua prinsip Koperasi yang lain yaitu pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi.
Penyelenggaraan pendidikan perkoperasian dan kerja sama antar koperasi merupakan prinsip Koperasi yang penting dalam meningkatkan kemampuan, memperluas wawasan anggota, dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan Koperasi. Kerja sama dimaksud dapat dilakukan antar koperasi di tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional.
Pasal 6 Ayat 1
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menjaga kelayakan usaha dan kehidupan Koperasi. Orang-seorang pembentuk Koperasi adalah mereka yang memenuhi persyaratan keanggotaan dan mempunyai kepentingan ekonomi yang sama.
Pasal 7 Ayat 2
Yang dimaksud dengan tempat kedudukan adalah alamat tetap kantor Koperasi.
Huruf h
Jangka waktu berdirinya Koperasi dapat ditetapkan terbatas dalam jangka waktu tertentu atau tidak terbatas sesuai dengan tujuannya.
Huruf j
Sanksi dalam ketentuan ini adalah sanksi yang diatur secara intern oleh masing-masing Koperasi, yang dikenakan terhadap Pengurus, Pengawas, dan anggota yang melanggar ketentuan Anggaran Dasar.
Pasal 12 Ayat 2
Dengan ketentuan ini dimaksudkan hanya perubahan yang mendasar yang perlu dimintakan pengesahan Pemerintah, yaitu yang menyangkut penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha. Pengesahan yang dimaksud dalam hal penggabungan dan perubahan bidang usaha merupakan pengesahan perubahan Anggaran Dasar, dan dalam hal pembagian merupakan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan atau pengesahan badan hukum baru. Pengesahan perubahan bidang usaha Koperasi yang dimaksud dalam ketentuan ini tidak mengurangi kesempatan. Koperasi untuk berusaha di segala bidang ekonomi.
Pasal 14 Ayat 1
Penggabungan atau yang dikenal dengan istilah amalgamasi, dan peleburan hanya dapat dilakukan apabila didasarkan atas pertimbangan pengembangan dan/atau efisiensi usaha pengelolaan Koperasi sesuai dengan kepentingan anggota. Dalam hal penggabungan dan peleburan yang memerlukan pengesahan Anggaran Dasar atau badan hukum baru dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 15
Pengertian Koperasi Sekunder meliputi semua Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder.Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh Koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal Koperasi mendirikan Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti yang selama ini dikenal sebagai Pusat, Gabungan, dan Induk, maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan.
Pasal 16
Dasar untuk menentukan jenis Koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi Jasa. Khusus Koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukan merupakan jenis Koperasi tersendiri.
Pasal 17Ayat 1
Sebagai pemilik dan pengguna jasa Koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan Koperasi. Sekalipun demikian, sepanjang tidak merugikan kepentingannya, Koperasi dapat pula memberikan pelayanan kepada bukan anggota sesuai dengan sifat kegiatan usahanya, dengan maksud untuk menarik yang bukan anggota menjadi anggota Koperasi.
Pasal 18 Ayat 1
Yang dapat menjadi anggota Koperasi Primer adalah orang-seorang yang telah mampu melakukan tindakan hukum dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Koperasi yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan sebagai konsekuensi Koperasi sebagai badan hukum. Namun demikian khusus bagi pelajar, siswa dan/atau yang dipersamakan dan dianggap belum mampu melakukan tindakan hukum dapat membentuk Koperasi, tetapi Koperasi tersebut tidak disahkan sebagai badan hukum dan statusnya hanya Koperasi tercatat.
Ayat 2
Dalam hal terdapat orang yang ingin mendapat pelayanan dan menjadi anggota Koperasi, namun tidak sepenuhnya dapat memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, mereka dapat diterima sebagai anggota luar biasa. Ketentuan ini memberi peluang bagi penduduk Indonesia bukan warga negara dapat menjadi anggota luar biasa dari suatu Koperasi sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 19 Ayat 3
Keanggotaan Koperasi pada dasarnya tidak dapat dipindahtangankan karena persyaratan untuk menjadi anggota Koperasi adalah kepentingan ekonomi yang melekat pada anggota yang bersangkutan. Dalam hal anggota Koperasi meninggal dunia, keanggotaannya dapat diteruskan oleh ahli waris yang memenuhi syarat dalam Anggaran Dasar. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara kepentingan ahli waris dan mempermudah proses mereka untuk menjadi anggota.
Pasal 20 Ayat 1
Sebagai konsekuensi seseorang menjadi anggota Koperasi, maka anggota mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu mematuhi ketentuan yang ada dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota. Mengingat anggota adalah pemilik dan pengguna jasa sangat berkepentingan dalam usaha yang dijalankan oleh Koperasi, maka partisipasi anggota berarti pula untuk mengembangkan usaha Koperasi. Hal itu sejalan pula dengan hak anggota untuk memanfaatkan dan mendapat pelayanan dari Koperasinya. Anggota merupakan faktor penentu dalam kehidupan Koperasi, oleh karena itu penting bagi anggota untuk mengembangkan dan memelihara kebersamaan.
Ayat 3
Pemungutan suara yang dimaksud ayat ini dilakukan hanya oleh anggota yang hadir.
Ayat 4
Yang dimaksud dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi-anggota secara berimbang adalah penentuan hak suara dilakukan standing dengan jumlah anggota setiap Koperasi-anggota dan besar kecilnya jasa usaha Koperasi-anggota terhadap Koperasi Sekundernya.
Pasal 26 Ayat 2
Batas waktu penyelenggaraan Rapat Anggota dalam ayat ini yaitu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau, namun demikian dalam pelaksanaannya diusahakan secepatnya.
Pasal 27 Ayat 1
Rapat Anggota Luar Biasa diadakan apabila sangat diperlukan dan tidak bisa menunggu diselenggarakannya Rapat Anggota.
Ayat 2
Permintaan Rapat Anggota Luar Biasa oleh anggota dapat dilakukan karena berbagai alasan, terutama apabila anggota menilai bahwa Pengurus telah melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kepentingan Koperasi dan menimbulkan kerugian terhadap Koperasi. Jika permintaan tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, maka Pengurus harus memenuhinya. Rapat Anggota Luar Biasa atas keputusan Pengurus dilaksanakan untuk kepentingan pengembangan Koperasi.
Ayat 4
Anggota Pengurus yang telah habis masa jabatannya dapat dipilih kembali.
Pasal 30 Ayat 1
Dalam mengelola Koperasi, Pengurus selaku kuasa Rapat Anggota melakukan kegiatan semata-mata untuk kepentingan dan kemanfaatan Koperasi beserta anggotanya sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
Pasal 32 Ayat 1
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mewujudkan profesionalisme dalam pengelolaan usaha Koperasi. Karenanya, Pengurus dapat mengangkat tenaga Pengelola yang ahli untuk mengelola usaha Koperasi yang bersangkutan. Penggunaan istilah Pengelola dimaksudkan untuk dapat mencakup pengertian yang lebih luas dan memberi alternatif bagi Koperasi. Dengan demikian sesuai kepentingannya Koperasi dapat mengangkat Pengelola sebagai manajer atau direksi. Maksud dari kata diberi wewenang dan kuasa adalah pelimpahan wewenang dan kuasa yang dimiliki oleh Pengurus. Dengan demikian Pengurus tidak lagi melaksanakan sendiri wewenang dan kuasa yang telah dilimpahkan kepada Pengelola dan tugas Pengurus beralih menjadi mengawasi pelaksanaan wewenang dan kuasa yang dilakukan Pengelola. Adapun besarnya wewenang dan kuasa yang dilimpahkan ditentukan sesuai dengan kepentingan Koperasi.
Ayat 2
Yang dimintakan persetujuan adalah rencana pengangkatan pengelola usaha. Pemilihan dan pengangkatan pengelola usaha dilaksanakan oleh Pengurus.
Pasal 33
Hubungan kerja antara Pengelola dengan Pengurus Koperasi tunduk pada ketentuan hukum perikatan pada umumnya. Dengan demikian Pengelola bertanggung jawab sepenuhnya kepada Pengurus. Selanjutnya hubungan.kerja tersebut sesuai dengan yang diperjanjikan dilakukan secara kontraktual.
Pasal 37
Penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota berarti membebaskan Pengurus dari tanggung jawabnya pada tahun buku yang bersangkutan.
Pasal 38
Dalam hal Koperasi mengangkat Pengelola, Pengawas dapat diadakan secara tetap atau diadakan pada waktu diperlukan sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. Hal ini tidak mengurangi arti Pengawas sebagai perangkat organisasi dan memberi kesempatan kepada Koperasi untuk memilih Pengawas secara tetap atau pada waktu diperlukan sesuai dengan keperluannya. Pengawas yang diadakan pada waktu diperlukan tersebut melakukan pengawasan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh Rapat Anggota.
Pasal 40
Dalam rangka peningkatan efisiensi, pengelolaan yang bersifat terbuka, dan melindungi pihak yang berkepentingan, Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik. Dengan ketentuan ini Pengurus dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik, dan tidak menutup kemungkinan permintaan tersebut dilakukan oleh Pengawas. Untuk terlaksananya audit sebagaimana mestinya, Rapat Anggota dapat menetapkan untuk itu, Yang dimaksud dengan jasa audit adalah audit terhadap. laporan keuangan dan audit lainnya sesuai keperluan Koperasi. Disamping itu Koperasi dapat meminta jasa lainnya dari akuntan publik antara lain konsultansi dan pelatihan.
Pasal 41 Ayat 2
Yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut modal ekuiti.
Huruf a
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
Huruf b
Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
Huruf c
Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan.
Ayat 3
Untuk pengembangan usahanya Koperasi dapat menggunakan modal pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya.
Huruf a
Pinjaman yang diperoleh dari anggota, termasuk calon anggota yang memenuhi syarat.
Huruf b
Pinjaman dari Koperasi lainnya dan/atau anggotanya didasari dengan perjanjian kerja sama antarkoperasi.
Huruf c
Pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf d
Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf e
Sumber lain yang sah adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan tidak melalui penawaran secara umum.
Pasal 42 Ayat 1
Pemupukan modal dari modal penyertaan, baik yang bersumber dari Pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperkuat kegiatan usaha Koperasi terutama yang berbentuk investasi. Modal penyertaan ikut menanggung resiko. Pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam Rapat Anggota dan dalam menentukan kebijaksanaan Koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik modal penyertaan dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi yang didukung oleh modal penyertaannya sesuai dengan perjanjian.
Pasal 43 Ayat 1
Usaha Koperasi terutama diarahkan pada bidang usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya. Dalam hubungan ini maka pengelolaan usaha Koperasi harus dilakukan secara produktif, efektif, dan efisien dalam arti Koperasi harus mempunyai kemampuan mewujudkan pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota dengan tetap mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar. Untuk mencapai kemampuan usaha seperti tersebut di atas, maka Koperasi dapat berusaha secara luwes baik ke hulu maupun ke hilir serta berbagai jenis usaha lainnya yang terkait. Adapun mengenai pelaksanaan usaha Koperasi, dapat dilakukan dimana saja, baik di dalam maupun di luar negeri, dengan mempertimbangkan kelayakan usahanya.
Ayat 2
Yang dimaksud dengan kelebihan kemampuan usaha Koperasi adalah kelebihan kapasitas dana dan daya yang dimiliki oleh Koperasi untuk melayani anggotanya. Kelebihan
kapasitas tersebut oleh Koperasi dapat dimanfaatkan untuk
berusaha dengan bukan anggota dengan tujuan untuk mengoptimalkan skala ekonomi dalam arti memperbesar volume usaha dan menekan biaya per unit yang memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada anggotanya serta untuk memasyarakatkan Koperasi.
Ayat 3
Agar Koperasi dapat mewujudkan fungsi dan peran seperti yang dimaksud dalam Pasal 4, maka Koperasi melaksanakan usaha di segala bidang kehidupan ekonomi dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat. Yang dimaksud dengan kehidupan ekonomi rakyat adalah semua kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dan menyangkut kepentingan orang banyak.
Pasal 44 Ayat 1
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang yang mengatur tentang perbankan, usaha simpan pinjam tersebut diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. Pengertian anggota Koperasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ayat ini termasuk calon anggota yang memenuhi syarat. Sedangkan ketentuan dalam huruf b berlaku sepanjang dilandasi dengan perjanjian kerja sama antarkoperasi yang bersangkutan.
Ayat 2
Penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta besarnya keperluan lain, ditetapkan oleh Rapat Anggota. Yang dimaksud dengan jasa usaha adalah transaksi usaha dan partisipasi modal.
Pasal 47 Ayat 1
Keputusan pembubaran karena alasan kegiatan Koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan/ atau kesusilaan dalam ketentuan ini dilakukan apabila telah dibuktikan dengan keputusan pengadilan. Keputusan pembubaran karena alasan kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan, antara lain karena dinyatakan pailit.
Pasal 49 Ayat 1
Yang dimaksud dengan Kuasa Rapat Anggota dalam ayat ini adalah mereka yang ditunjuk dan diberi kuasa serta tanggung jawab oleh Rapat Anggota untuk melaksanakan tugas yang berkaitan dengan pembubaran Koperasi.
Ayat 3
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pihak kreditor yang belum mengetahui pembubaran Koperasi tersebut.
Pasal 50 Ayat 4
Ketentuan ini menegaskan bahwa “Koperasi dalam penyelesaian”, hak dan kewajibannya masih tetap ada untuk menyelesaikan seluruh urusannya.
Pasal 53Ayat 1
Yang dimaksud dengan keputusan pembubaran Koperasi adalah baik oleh keputusan Rapat Anggota maupun oleh keputusan Pemerintah.
Pasal 54
Huruf c
Yang dimaksud dengan bekas anggota tertentu misalnya mereka yang keluar dari keanggotaan Koperasi yang masih mempunyai kewajiban menanggung sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasarnya.
Pasal 55
Ketentuan ini merupakan penegasan bahwa anggota hanya menanggung kerugian terbatas pada simpanan pokok dan simpanan wajib serta modal penyertaannya. Sedangkan yang merupakan modal pinjaman Koperasi dari anggota tidak termasuk dalam ketentuan tersebut.
Pasal 57 Ayat 1
Organisasi tersebut bukan merupakan badan usaha dan karenanya tidak melakukan kegiatan usaha ekonomi secara langsung. Pada saat diundangkannya Undang-undang ini, organisasi ini yang bernama Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) selanjutnya harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini. Tujuan dan kegiatan organisasi tersebut harus sesuai dan selaras dengan jiwa dan semangat yang terkandung dalam Undang-undang ini.
Ayat 3
Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan, sekurang-kurangnya memuat :
a. nama organisasi;
b. tujuan organisasi;
c. susunan organisasi;
d. ketentuan mengenai kepengurusan dan masa jabatannya;
e. ketentuan mengenai tata kerja organisasi;
f. ketentuan mengenai Rapat Anggota dan rapat lainnya;
g. ketentuan mengenai hak dan kewajiban anggota;
h. ketentuan mengenai sumber dan pengelolaan keuangan;
i. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar dan pembubaran;
j. ketentuan mengenai sanksi organisasi.
Pasal 58 Ayat 1
Huruf b
Upaya untuk meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat, dilakukan antara lain melalui kegiatan penerangan, penyampaian informasi, penerbitan, dan pembinaan kelompok usaha dalam masyarakat untuk diarahkan menjadi Koperasi.
Huruf d
Untuk mengembangkan kerja sama antarkoperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya, organisasi ini mendorong pertumbuhan dan perkembangan jaringan kelembagaan dan usaha Koperasi baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional.
Pasal 60
Dengan ketentuan ini, Pemerintah memiliki landasan yang jelas dan kuat untuk melaksanakan peranannya dalam menetapkan kebijaksanaan pembinaan yang diperlukan guna mendorong pertumbuhan, perkembangan, dan pemasyarakatan Koperasi. Sesuai dengan prinsip kemandirian, pembinaan tersebut dilaksanakan tanpa mencampuri urusan internal organisasi Koperasi. Penumbuhan, pengembangan, dan pemasyarakatan Koperasi merupakan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah agar masyarakat luas memahami gagasan Koperasi sehingga dengan penuh kesadaran mendirikan dan memanfaatkan Koperasi guna memenuhi kepentingan ekonomi dan sosialnya. Pemberian bimbingan, kemudahan, dan perlindungan oleh Pemerintah merupakan upaya pengembangan Koperasi yang dilaksanakan melalui penetapan kebijaksanaan, penyediaan fasilitas, dan konsultansi yang diperlukan agar Koperasi mampu melaksanakan fungsi dan perannya serta dapat mencapai tujuannya. Dengan demikian menjadi kewajiban dari seluruh aparatur Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah untuk melakukan upaya dalam mendorong pertumbuhan, perkembangan, dan pemasyarakatan Koperasi.
Pasal 61
Huruf c
Tata hubungan usaha yang serasi dan saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya merupakan faktor yang penting dalam rangka mewujudkan sistem perekonomian nasional yang berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam hubungan ini kerja sama tersebut haruslah merupakan hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan.
Huruf d
Membudayakan Koperasi adalah memasyarakatkan jiwa dan semangat Koperasi.
Pasal 62
Huruf c
Ketentuan ini mempertegas komitmen Pemerintah, dalam upaya memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi, mengingat bahwa permodalan merupakan salah satu sumber kekuatan bagi pengembangan usaha Koperasi. Dalam pelaksanaannya antara lain dilakukan dengan mengembangkan penyertaan modal, baik dari Pemerintah maupun masyarakat, serta memberikan kemudahan persyaratan dan prosedur untuk mendapatkan kredit. Pemerintah juga memberikan bimbingan dan kemudahan untuk mengembangkan lembaga keuangan yang berbadan hukum Koperasi.
Huruf d
Pengembangan jaringan usaha Koperasi yang kuat dan kerja sama antarkoperasi yang erat dan saling menguntungkan merupakan faktor penting dalam menumbuhkan potensi masing-masing Koperasi dan keseluruhan Koperasi.
Pasal 63 Ayat 1
Huruf a
Ketentuan ini dengan tegas mencerminkan komitmen Pemerintah dalam upaya memperkuat pertumbuhan dan perkembangan Koperasi sebagai suatu bangun perusahaan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka komitmen ini Pemerintah dapat menetapkan bidang ekonomi tertentu, terutama yang sangat erat hubungannya dengan kegiatan ekonomi rakyat, yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi. Pelaksanaan ketentuan ini bersifat dinamis dengan memperhatikan aspek keseimbangan terhadap keadaan dan kepentingan ekonomi nasional serta aspek pemerataan berusaha.
Huruf b
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kelangsungan hidup usaha Koperasi.

Undang-Undang Monopoli dan Oligopoli

Pasar monopoli
Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai “monopolis”. Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar gelap (black market).
UNDANG-UNDANG NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
 Pendekatan dunia hukum yaitu: hukum dan ekonomi – economic analysis of the law
 Latar belakang lahirnya UU No.5/1999
 Tujuan – yang multi objektif sehingga dapat mengakibatkan masalah dalam interpretasi atau menentukan putusan hukum kelak
 Efisiensi atau kesejahteraan umum atau proses persaingan(efficiency or consumer welfare or competition process)
BAB II: ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.

Pasal 3
Tujuan pembentukan Undang-Undang ini adalah untuk:
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar,
pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
 Stuktur dan materi UU No.5/1999:
- Perbuatan yang Dilarang
- Perjanjian yang Dilarang
- Posisi Dominan
 Pengecualian – lihat Pasal 33 UUD’1945
 Pasal 50 tentang perbuatan, perjanjian serta pelaku usaha yang dikecualikan dari UU
 Pasal 51 – BUMN ditetapkan dengan UU
 Monopoli alamiah (natural monopoly)

Persaingan Usaha Dalam Pendekatan Ekonomi

Pokok bahasan:
• Mengapa bersaing?
• Apakah yang menjadi instrumen persaingan?
• Producer or consumer welfare?
• Kriteria pasar persaingan sempurna & pasar persaingan tidak sempurna
• Jenis-Jenis Pasar: monopoli, oligopoli dll
• Perilaku (behavior) & struktur pasar (market structure)
• Demand, supply &
equilibrium, deadweight loss, barrier to entry (artificial or natural), market power, elasticity of demand & elasticity of price
• Produk substitusi, penentuan pasar geografis
• Monopoli – akibat monopoli (menaikkan harga & membatasi output, social cost of monopoly)
• Oligopoli, kartel (perjanjian) – tacit collusion, price leader, price signalling, oligopolistic interdependence

Pendekatan Perse Illegal & Rule of Reason Dalam Hukum Persaingan
• Prinsip Larangan terhadap perilaku (restrictive business practices) – perjanjian atau tindakan
• Larangan terhadap struktur pasar (market structure restraint) – angka
• UU No 5/1999 menggunakan pendekatan keduanya dengan penekanan pada restrictive business practice
• Hambatan yang sifatnya vertikal dan horizontal

Pendekatan Perse Illegal:
Apabila suatu aktivitas jelas maksud /tujuannya mempunyai akibat merusak persaingan maka hakim tidak perlu harus mempermasalahkan masuk-akal atau tidaknya dari peristiwa yang sama (analogi) sebelum menentukan bahwa peristiwa yang tersebut merupakan pelanggaran hukum persaingan. Misalnya: secara universal penetapan harga (price fixing)
Pendekatan Rule of Reason:
Menyatakan suatu perbuatan dituduh melanggar hukum persaingan, maka pencari fakta harus mempertimbangkan dan menentukan apakah perbuatan tersebut menghambat persaingan dengan menunjukkan akibatnya terhadap proses persaingan dan apakah perbuatan itu tidak adil atau mempunyai pertimbangan lainnya.
Pertimbangan/alasan lainnya:
• ekonomi
• keadilan
• efisiensi
• perlindungan terhadap golongan ekonomi tertentu
• fairness
• pembuktian yang rumit, dll.

• sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum ( Pasal 1 ayat 2)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 4)
• sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 7, 21, 22,23)
• sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (pasal 8)
• sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 9)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 11,12,13,16,17,19)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat (Pasal 14)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 18,20,26)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 28, ayat 1)
• dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 28 ayat 2)
• Pasal 10 ayat 2 tentang Boykot : sehingga perbuatan tersebut: merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain.

Substansi UU No.5/1999
• Perjanjian yang Dilarang (Pasal 4 – 16)
• Perbuatan yang Dilarang (Pasal 17 – 24)
• Posisi Dominan (Pasal 26-29)

Hambatan Vertikal (Vertical Restraint)
• Hubungan antara pelaku dengan pelaku usaha yang merupakan suatu jaringan proses produksi
• upstream atau downstream production
• Dapat terjadi dalam satu perusahaan
• Dapat terjadi antara produser dengan distributor atau dealer

Hambatan Horizontal (Horizontal Restraint)
• Hubungan antara pelaku dengan pelaku pesaingnya yang sejajar
• Terjadi dalam suatu industri yang sama
• Umumnya paling sering bersifat anti persaingan

Bentuk Hambatan Dalam Persaingan
• Non price restraint (hambatan dalam bentuk bukan harga)
• Price restraint (harga)
• Ancillary restraint

Defenisi “ Perjanjian” UU No. 5/1999 Pasal 1(7)
Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Perjanjian yang Dilarang
 Oligopoli (Pasal 4)
 Penetapan Harga – Price Fixing (Pasal 5)
 Penetapan Harga – diskriminasi harga (Pasal 6)
 Penetapan harga dibawah harga pasar (pasal 7)
 Penetapan harga harga jual kembali (Resale Price Maintenance) (Pasal 8)
 Pembagian Wilayah (Pasal 9)
 Pemboikotan (Pasal 10)
 Kartel (Pasal 11)
 Trust (Pasal 12)
 Oligopsoni (Pasal 13)
 Integrasi Vertikal (Pasal 14)
 Perjanjian Tertutup – Closed/Tying Agreement (Pasal 15)
 Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri (Pasal 16)

Perbuatan/Kegiatan yang Dilarang
 Monopoli (Pasal 17)
 Monopsoni (Pasal 18)
 Penguasaan pasar (Pasal 19)
 Menjual rugi (Pasal 20)
 Melakukan kecurangan biaya produksi (Pasal 21)
 Persekongkolan tender (collusive tendering/bid rigging) (Pasal 22) - Lihat petunjuk KPPU mengenai persekongkokolan tender
 Persekongkolan mendapatkan informasi rahasia (Pasal 23)
 Persekongkolan menghambat produksi/pemasaran (Pasal 24)

Definisi Posisi Dominan
Keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan pangsa pasar yang dikuasai,…..pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi dalam kemampuan keuangan, akses pada pasokan dan pasar & kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang/jasa tertentu [psl 1 (4)]

Kriteria memiliki “Posisi Dominan” jika
 Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang/jasa tertentu; atau
 Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang/jasa tertentu.[psl 25 (2)]

Penyalahgunaan Posisi Dominan langsung maupun tidak langsung, dilarang
 Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang/ jasa yang bersaing dalam harga & kualitas;
 Membatasi pasar dan perkembangan teknologi; dan
 Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan [psl 25 (1)]

Posisi Dominan dapat terjadi melalui
 Jabatan rangkap (Direksi atau Komisaris – Pasal 26);
 Pemilikan saham mayoritas (Pasal 27);
 Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan (Pasal 28 & 29) – Lihat Petunjuk Merger KPPU

Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktik oligopoli menjadi tidak ada.
Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel, sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel
Sifat-sifat pasar oligopoli :
- Harga produk yang dijual relatif sama
- Pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses
- Sulit masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar
- Perubahan harga akan diikuti perusahaan lainMacam-macam oligopoli
Oligopoli murni yang ditandai beberapa perusahaan yang menjual produk homogen.
Oligopoli dengan perbedaan yang ditandai beberapa perusahaan menjual produk yang dapat dibedakan.Dampak negatif oligopi terhadap perekonomian:
• Keuntungan yang yang terlalu besar bagi produsen dalam jangka panjang
• Timbul inifisiensi produksi
• Eksploitasi terhadap konsumen dan karyawan perusahaan
• Harga tinggi yang relatif stabil (sulit turun) menunjang inflasi yang kronis
• Kebijakan pemerintah dalam mengatasi oligopoli
• Pemerintah mempermudah masuknya perusahaan baru untuk masuk kepasar untuk menciptakan persaingan
• Diberlakukannya undang-undang anti kerja sama antar produsen.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas. Asumsi yang mendasari kondisi di pasar oligopoli adalah pertama, penjual sebagai price maker. Penjual bukan hanya sebagai price maker, tetapi setiap perusahaan juga mengakui bahwa aksinya akan mempengaruhi harga dan output perusahaan lain, dan sebaliknya. Kedua, penjual bertindak secara strategik. Asumsi ketiga, kemungkinan masuk pasar bervariasi dari mudah (free entry) sampai tidak mungkin masuk pasar (blockade), dan asumsi keempat pembeli sebagai price taker. Setiap pembeli tidak bisa mempengaruhi harga pasar.

Berikut ini adalah bagian dari isi UU No.5 Tahun 1999 tentang pasar oligopoli
BAB III
PERJANJIAN YANG DILARANG
Bagian Pertama
Oligopoli Pasal 4
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersamasama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
Bagian Kedua
Penetapan Harga
Pasal 5
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.