Sabtu, 26 Maret 2011

Undang-Undang Monopoli dan Oligopoli

Pasar monopoli
Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai “monopolis”. Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar gelap (black market).
UNDANG-UNDANG NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
 Pendekatan dunia hukum yaitu: hukum dan ekonomi – economic analysis of the law
 Latar belakang lahirnya UU No.5/1999
 Tujuan – yang multi objektif sehingga dapat mengakibatkan masalah dalam interpretasi atau menentukan putusan hukum kelak
 Efisiensi atau kesejahteraan umum atau proses persaingan(efficiency or consumer welfare or competition process)
BAB II: ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.

Pasal 3
Tujuan pembentukan Undang-Undang ini adalah untuk:
a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar,
pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
 Stuktur dan materi UU No.5/1999:
- Perbuatan yang Dilarang
- Perjanjian yang Dilarang
- Posisi Dominan
 Pengecualian – lihat Pasal 33 UUD’1945
 Pasal 50 tentang perbuatan, perjanjian serta pelaku usaha yang dikecualikan dari UU
 Pasal 51 – BUMN ditetapkan dengan UU
 Monopoli alamiah (natural monopoly)

Persaingan Usaha Dalam Pendekatan Ekonomi

Pokok bahasan:
• Mengapa bersaing?
• Apakah yang menjadi instrumen persaingan?
• Producer or consumer welfare?
• Kriteria pasar persaingan sempurna & pasar persaingan tidak sempurna
• Jenis-Jenis Pasar: monopoli, oligopoli dll
• Perilaku (behavior) & struktur pasar (market structure)
• Demand, supply &
equilibrium, deadweight loss, barrier to entry (artificial or natural), market power, elasticity of demand & elasticity of price
• Produk substitusi, penentuan pasar geografis
• Monopoli – akibat monopoli (menaikkan harga & membatasi output, social cost of monopoly)
• Oligopoli, kartel (perjanjian) – tacit collusion, price leader, price signalling, oligopolistic interdependence

Pendekatan Perse Illegal & Rule of Reason Dalam Hukum Persaingan
• Prinsip Larangan terhadap perilaku (restrictive business practices) – perjanjian atau tindakan
• Larangan terhadap struktur pasar (market structure restraint) – angka
• UU No 5/1999 menggunakan pendekatan keduanya dengan penekanan pada restrictive business practice
• Hambatan yang sifatnya vertikal dan horizontal

Pendekatan Perse Illegal:
Apabila suatu aktivitas jelas maksud /tujuannya mempunyai akibat merusak persaingan maka hakim tidak perlu harus mempermasalahkan masuk-akal atau tidaknya dari peristiwa yang sama (analogi) sebelum menentukan bahwa peristiwa yang tersebut merupakan pelanggaran hukum persaingan. Misalnya: secara universal penetapan harga (price fixing)
Pendekatan Rule of Reason:
Menyatakan suatu perbuatan dituduh melanggar hukum persaingan, maka pencari fakta harus mempertimbangkan dan menentukan apakah perbuatan tersebut menghambat persaingan dengan menunjukkan akibatnya terhadap proses persaingan dan apakah perbuatan itu tidak adil atau mempunyai pertimbangan lainnya.
Pertimbangan/alasan lainnya:
• ekonomi
• keadilan
• efisiensi
• perlindungan terhadap golongan ekonomi tertentu
• fairness
• pembuktian yang rumit, dll.

• sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum ( Pasal 1 ayat 2)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 4)
• sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 7, 21, 22,23)
• sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (pasal 8)
• sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 9)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 11,12,13,16,17,19)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat (Pasal 14)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 18,20,26)
• yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 28, ayat 1)
• dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 28 ayat 2)
• Pasal 10 ayat 2 tentang Boykot : sehingga perbuatan tersebut: merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain.

Substansi UU No.5/1999
• Perjanjian yang Dilarang (Pasal 4 – 16)
• Perbuatan yang Dilarang (Pasal 17 – 24)
• Posisi Dominan (Pasal 26-29)

Hambatan Vertikal (Vertical Restraint)
• Hubungan antara pelaku dengan pelaku usaha yang merupakan suatu jaringan proses produksi
• upstream atau downstream production
• Dapat terjadi dalam satu perusahaan
• Dapat terjadi antara produser dengan distributor atau dealer

Hambatan Horizontal (Horizontal Restraint)
• Hubungan antara pelaku dengan pelaku pesaingnya yang sejajar
• Terjadi dalam suatu industri yang sama
• Umumnya paling sering bersifat anti persaingan

Bentuk Hambatan Dalam Persaingan
• Non price restraint (hambatan dalam bentuk bukan harga)
• Price restraint (harga)
• Ancillary restraint

Defenisi “ Perjanjian” UU No. 5/1999 Pasal 1(7)
Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Perjanjian yang Dilarang
 Oligopoli (Pasal 4)
 Penetapan Harga – Price Fixing (Pasal 5)
 Penetapan Harga – diskriminasi harga (Pasal 6)
 Penetapan harga dibawah harga pasar (pasal 7)
 Penetapan harga harga jual kembali (Resale Price Maintenance) (Pasal 8)
 Pembagian Wilayah (Pasal 9)
 Pemboikotan (Pasal 10)
 Kartel (Pasal 11)
 Trust (Pasal 12)
 Oligopsoni (Pasal 13)
 Integrasi Vertikal (Pasal 14)
 Perjanjian Tertutup – Closed/Tying Agreement (Pasal 15)
 Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri (Pasal 16)

Perbuatan/Kegiatan yang Dilarang
 Monopoli (Pasal 17)
 Monopsoni (Pasal 18)
 Penguasaan pasar (Pasal 19)
 Menjual rugi (Pasal 20)
 Melakukan kecurangan biaya produksi (Pasal 21)
 Persekongkolan tender (collusive tendering/bid rigging) (Pasal 22) - Lihat petunjuk KPPU mengenai persekongkokolan tender
 Persekongkolan mendapatkan informasi rahasia (Pasal 23)
 Persekongkolan menghambat produksi/pemasaran (Pasal 24)

Definisi Posisi Dominan
Keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan pangsa pasar yang dikuasai,…..pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi dalam kemampuan keuangan, akses pada pasokan dan pasar & kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang/jasa tertentu [psl 1 (4)]

Kriteria memiliki “Posisi Dominan” jika
 Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang/jasa tertentu; atau
 Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang/jasa tertentu.[psl 25 (2)]

Penyalahgunaan Posisi Dominan langsung maupun tidak langsung, dilarang
 Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang/ jasa yang bersaing dalam harga & kualitas;
 Membatasi pasar dan perkembangan teknologi; dan
 Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan [psl 25 (1)]

Posisi Dominan dapat terjadi melalui
 Jabatan rangkap (Direksi atau Komisaris – Pasal 26);
 Pemilikan saham mayoritas (Pasal 27);
 Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan (Pasal 28 & 29) – Lihat Petunjuk Merger KPPU

Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktik oligopoli menjadi tidak ada.
Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel, sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel
Sifat-sifat pasar oligopoli :
- Harga produk yang dijual relatif sama
- Pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses
- Sulit masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar
- Perubahan harga akan diikuti perusahaan lainMacam-macam oligopoli
Oligopoli murni yang ditandai beberapa perusahaan yang menjual produk homogen.
Oligopoli dengan perbedaan yang ditandai beberapa perusahaan menjual produk yang dapat dibedakan.Dampak negatif oligopi terhadap perekonomian:
• Keuntungan yang yang terlalu besar bagi produsen dalam jangka panjang
• Timbul inifisiensi produksi
• Eksploitasi terhadap konsumen dan karyawan perusahaan
• Harga tinggi yang relatif stabil (sulit turun) menunjang inflasi yang kronis
• Kebijakan pemerintah dalam mengatasi oligopoli
• Pemerintah mempermudah masuknya perusahaan baru untuk masuk kepasar untuk menciptakan persaingan
• Diberlakukannya undang-undang anti kerja sama antar produsen.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas. Asumsi yang mendasari kondisi di pasar oligopoli adalah pertama, penjual sebagai price maker. Penjual bukan hanya sebagai price maker, tetapi setiap perusahaan juga mengakui bahwa aksinya akan mempengaruhi harga dan output perusahaan lain, dan sebaliknya. Kedua, penjual bertindak secara strategik. Asumsi ketiga, kemungkinan masuk pasar bervariasi dari mudah (free entry) sampai tidak mungkin masuk pasar (blockade), dan asumsi keempat pembeli sebagai price taker. Setiap pembeli tidak bisa mempengaruhi harga pasar.

Berikut ini adalah bagian dari isi UU No.5 Tahun 1999 tentang pasar oligopoli
BAB III
PERJANJIAN YANG DILARANG
Bagian Pertama
Oligopoli Pasal 4
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersamasama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
Bagian Kedua
Penetapan Harga
Pasal 5
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

1 komentar: