Senin, 15 November 2010

cerpen bagian 3

“Why Me !”

Aku terlahir dalam keluarga yang boleh dibilang cukup menyedihkan. Memiliki 6 orang saudara kandung yang masih kecil dan tidak tahu akan nasib mereka ke depannya. Tetapi aku termasuk salah satu orang yang paling beruntung dari ke enam saudaraku itu, karena aku dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan membiayai semua kebutuhan hidupku. Sewaktu masih kecil, aku sudah dititipkan kepada orang lain. Dimana sampai saat ini merekalah yang menjadi orang yang paling aku sayangi, yaitu kedua orang tua angkatku. Mereka membesarkanku dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang. Mereka menyekolahkanku serta menjagaku dengan baik. Di keluargaku yang sekarang ini, aku memiliki 3 saudara angkat juga. Mereka semua laki-laki dan hanya aku yang perempuan. Di situpun akulah yang paling kecil, sehingga banyak orang beranggapan bahwa akulah anak yang paling disayang walaupun hanya anak angkat. Dengan begitulah terkadang aku menghibur diriku sendiri. Sebenarnya dalam jiwa aku menjerit dan dalam hati aku bertanya-tanya, “Kenapa harus aku?! Kenapa harus aku yang mempunyai orang tua yang tidak bertanggung jawab membesarkanku, menitipkan aku kepada orang lain?! Kan masih ada keenam saudaraku yang masih kecil yang bisa dititipkan kepada orang lain juga?! Kenapa?!”.
Tetapi seiring berjalannya waktu, akhirnya aku sadar. Betapa beruntungnya dan bahagianya aku karena Tuhan sangat menyayangiku dengan cara-Nya yang luar biasa. Andai saja aku tidak dititipkan kepada orang lain atau keluarga angkatku ini, mungkin aku bisa menebak masa depanku sekarang ini. Aku tahu bagaimana nasibku bila saja orang tua kandungku tidak menyekolahkanku dan tidak mencukupi segala kebutuhan hidupku. Mungkin tidak ada kepastian dalam hidupku, hanya bisa melamun meratapi nasibku. Bahkan yang lebih menderita, mungkin saja aku bisa disuruh menikah dalam usia muda. Aku berpikir, bagaimana menjadi seorang ibu diusiaku yang masih belia yang secara lahir dan batin aku belum siap untuk mencukupi semua kebutuhan anak-anakku, baik secara materi maupun spiritual. Mungkin aku akan menjadi seorang ibu yang “udik” yang tidak tahu perkembangan zaman dan teknologi-teknologi yang ada sekarang karena aku tidak bersekolah.
Jadi saat aku duduk di bangku SMP kelas 3, aku tinggal bersama tante angkatku di Bogor, tepatnya di Cibinong. Saat itu aku dititipkan oleh ibu angkatku di rumah tante angkatku ini karena ibu angkatku harus menyelesaikan beberapa tugas di luar negeri. Saat itu aku belum tahu dan belum mengerti kalau dia sebenarnya bukan ibu kandungku. Saat aku dan ibu angkatku tiba di rumah tante angkatku, ia terheran-heran melihat aku. Tetapi ibu angkatku sama sekali tidak merespon apa-apa. Pikir tanteku, mereka adalah ibu dan anak yang sangat bahagia, padahal dibalik semua itu ada sesuatu yang disembunyikan oleh ibu angkatku, ada satu misteri yang tidak aku ketahui sebelumnya. Ternyata diam-diam tante angkatku ini ingin mencari tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi di antara kami. Dia berkata kepadaku, “Sepertinya ada yang tidak beres. Ada sesuatu yang kalian sembunyikan”. Dan pada akhirnya dia menemukan jawaban dari semua ini, entah dari mana datangnya. Suatu ketika aku sedang ngobrol-ngobrol dengan dia dan tiba-tiba dia mengeluarkan kata-kata yang membuatku terdiam dan terpaku sejenak. Lalu jiwaku menjerit, “Tidak mungkin! Sangat tidak mungkin!”. Oh God… rasanya baru saja aku telah mendengar satu ucapan yang sangat menusuk jantungku. Saat itu tante angkatku mengatakan dengan santai dan tersenyum sinis, “Memang benar, ternyata kamu bukan anak kandung mama (ibu angkatku)”. Tak terbayang olehku, waktu itu rasanya aku seperti dicekik keras oleh ucapan itu dan hatiku seperti disayat-sayat pisau. Dadaku terasa sesak mendengar apa yang telah dilontarkan tanteku di depanku. Namun aku tidak dapat berkata-kata sepatah katapun. Aku hanya bisa menangis dan di dalam benakku hanya ada kata “Tidak mungkin!”
Hari demi hari aku lalui dengan rasa takut dan sedih yang tak kunjung habis. Aku takut kalau aku akan kehilangan orang-orang yang terlanjur aku sayang. Bagaimana kalau nanti saudara-saudara angkatku tahu tentang hal ini, karena sebelumnya mereka tidak tahu siapa aku sebenarnya di keluarga ini. Aku takut kalau mereka akan membenciku, tidak lagi menyayangi aku seperti adik kandung mereka sendiri. Aku tetap menjalani hari-hariku dan mencoba untuk melupakannya. Namun tetap saja pikiran itu terkadang timbul kembali dan membuatku termenung. Apalagi kalau aku baru saja berkelahi dengan kakak angkatku, sering kali timbul dalam benakku, “Ya iyalah, secara, gue nih bukan ade loe gitu..”. Dan setiap kali habis berkelahi dengan kakak angkatku, aku pasti menangis dan selalu menyalahkan Tuhan, “Kenapa harus aku yang alami semua ini Tuhan?! Kalau boleh memilih, aku nggak akan mau dilahirkan di keluargaku yang seperti ini. Tidak ada kasih sayang, melainkan penuh tangis dan penderitaan.”
Suatu hari, aku sedang merenungkan perjalanan hidupku. Aku mulai berpikir, kalau aku terus-terusan hidup penuh rasa sedih, takut dan tertekan seperti ini, bagaimana dengan masa depanku nanti. Bisa-bisa aku terjerumus dalam jerat narkoba dan pergaulan bebas hanya karena frustasi. Banyak orang lain di luar sana yang lebih menderita daripada aku. Aku bersyukur masih bisa sekolah, diberi makan, pakaian dan tempat tinggal yang layak walaupun dengan kasih sayang yang berbeda. Seandainya aku tidak dititipkan kepada keluargaku yang baru ini, aku akan jadi seperti apa? Karena hidup dengan kedua orang tua dan 6 adik yang serba kekurangan. Akhirnya aku terus mencari jalan keluar dan berdoa yang tak kunjung henti kepada Tuhan agar aku beroleh hikmat dari-Nya untuk bisa bertahan menghadapi jalan hidupku yang seperti ini sampai aku dewasa nanti dan menjadi orang yang berhasil. Kalau aku terus menyesali keadaanku dan terus menyalahi Tuhan, aku tidak akan menjadi orang yang sukses yang bisa menunjukkan bahwa aku bisa berhasil mancapai impianku walaupun tanpa kasih sayang dari kedua orang tua kandungku. Lalu aku bersujud dan minta pengampunan dari Yang Maha Kuasa serta mohon kekuatan dari-Nya agar aku tetap bisa menjalani hari-hariku dengan tegar bersama keluarga baruku yang mungkin belum bisa menerima keadaanku. Aku percaya suatu saat nanti mereka pasti akan menyayangiku seperti layaknya anak dan saudara kandung mereka sendiri. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya kalau kita mau menuruti segala keinginan-Nya dan biarkanlah rencana-Nya itu terjadi dalam kehidupan kita. Sebab rencana-Nya itu indah pada waktunya meskipun mungkin menyakitkan dalam prosesnya.
Sekarang aku telah banyak belajar dalam hidupku. Dimana dalam setiap persoalan yang terjadi di dalam hidupku ini semata-mata hanyalah kehendak dan rencana dari Yang Maha Kuasa dan aku tidak patut menyalahi-Nya. Seiring berjalannya waktu, aku merasa hari-hari telah aku jalani dengan penuh semangat walaupun orang di sekitarku masih belum bisa menerima aku. Karena aku percaya dan akan tetap percaya, optimis kalau aku yang sebelumnya dipandang rendah oleh orang-orang di sekitarku, akan menjadi orang yang berhasil. Aku bisa menentukan masa depanku mulai saat ini karena aku memiliki pribadi yang lebih menyayangiku, sangat menyayangiku dan tidak akan pernah meninggalkanku, yaitu Tuhanku yang telah menunjukkan jalan-Nya yang begitu luar biasa dalam hidupku. Tapi aku tidak menyimpan dendam kepada kedua orang tua dan adik-adik kandungku. Ketika aku sukses nanti, aku berjanji akan menemukan mereka dan akan mengucapkan terima kasih kepada mereka karena merekalah yang telah menitipkan aku kepada keluarga yang berkecukupan sehingga aku bisa menjadi seperti ini. Inilah kisahku dan sekali lagi aku berkata, “Aku lebih beruntung dari orang lain!”, itulah moto hidupku sampai saat ini. Dan sekarang judulnya bukan lagi “Why Me”, melainkan “It’s Me”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar