Kamis, 11 Oktober 2012

TUGAS KEDUA ETIKA PROFESI AKUNTANSI


*      Contoh Kasus tentang Pelanggaran Kode Etik pada Kantor Akuntan Publik

Kasus Manipulasi Pajak PT. Bank Jabar Banten Tbk.

PT. Bank Jabar Banten Tbk diduga memanipulasi pembayaran kekuramgan pajak dengan menyetor dana jauh lebih rendah daripada seharusnya pada periode 2002, serta memberikan sejumlah kompensasi kepada tim pemeriksa pajak. Hal ini terungkap dalam surat dakwaan primer kedua atas terdakwa Umar Sjarifuddin, mantan Direktur Utama PT Bank Jabar Banten Tbk, dalam persidangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta kemarin.
Jaksa penuntut umum (JPU) Rudi Margono mengungkapkan tim pemeriksa pajak akhirnya menurunkan jumlah kewajiban pajak kurang bayar menjadi Rp 7,27 milyar dari jumlah seharusmya menjadi Rp 51,80 milyar. Terdakwa, tuturnya, kemudian menyetujui biaya konsultasi sebesar Rp 1,55 miliar setelah tim pemeriksa memeriksa pajak menurunkan jumlah pajak kurang bayar tersebut. Dana itu, menurut jaksa, diserahkan sebelum diterbitkannya surat ketatapan pajak kurang bayar (SKPKB).
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan pajak PT. Bank Jabar Banten Tbk. Tersangka berinisial DRM,MY,HAB,RY. Mereka ditahan di rumah tahanan polda metro jaya. Setelah menetapkan kepala kantor pemeriksaan dan penyedikan pajak Bandung satu, Edi Setiadi (ES) sebagai tersangka. Kini pengembangan kasus tersebut menyeret mantan pimpinan divisi akuntansi PT. Bank Jabar Banten, Hery Achmad Buchori serta empat tersangka lain yang merupakan satu tim pemeriksa pajak yang ketika itu bertugas atas perintah Edi Setiadi sebagai kepala kantor  pemeriksaan dan penyedikan pajak Bandung satu. Keempat orang itu yakni Roy Yuliandri (ketuatim), Dedi Suardi (pengawas), dan Muhammad Yazid (anggota) dan Dien Rajana Mulya.
KPK, jelas-jelas menemukan bahwa Hery Achmad Buchory saat menjabat sebagai pimpinan divisi akuntansi diduga bersama dengan terdakwa mantan direktur utama Bank Jabar Banten Umar Syarifuddin memberikan uang kepada pemeriksa pajak, sedangkan keempat tersangka diduga dengan Edi Setiadi menerima sesuatu dari Heri Achmad Buchori dan Umar Syarifuddin.  Dalam kasus ini, Edi besama keempat tersangka ini diduga menerima imbalan senilai Rp 2,55 milyar atas jumlah pajak kurang bayar Bank Jabar Banten tahun buku 2002.
PT. Bank Jabar Banten diduga memanipulasi pembayaran kekurangan pajak dengan menyetor dana lebih rendah daripada semestinya. Pejabat Bank Jabar Banten juga memberikan sejumlah kompensasi kepada team pemeriksa pajak. Peningkatan status kepada kelimanya didapatkan KPK setelah mendapatkan beberapa bukti dari hasil persidangan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan pajak bandung satu, Edi Setiadi (ES) ,´imbuh Johan.
Masing - masing tersangka dijerat dengan pasal berbeda. Dari Achmad Buchori dengan pasal 5 ayat (1) atau pasal 13 dan pasal 12 huruf b ayat (2) UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi juncto UU No.20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP sedangkan empat tersangka dijerat pasal 12 hurf a atau b atau pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 UU No.31 tahun 1999 juncto nomor UU 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 Jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Dalam Persidangan Edi Setiadi, terungkap tim pemeriksa pajak telah menurunkan jumlah kewajiban pajak kurang bayar menjadi Rp 7,27 milyar dari jumlah seharusnya Rp 51,80 milyar. Tim penuntut umum pada KPK menyatakan, ada ‘biaya konsultasi’ sebesar Rp 1,55 milyar setelah tim pemeriksa pajak menurunkan jumlah pajak kurang bayar tersebut. Awalnya, ‘biayakonsultasi’ berjumlah Rp 2,55 milyar uang itu diterima melalui Edi Setiadi dalam dua tas melalui dua tas perantara.


Kesimpulan dan Saran

Tujuan bisnis tentu meraup laba. Tapi perilaku (etika) pebisnis lazimnya dalam mencapai target keuntungan itu berbeda antar sesama pebisnis. Para pelaku bisnis memiliki perbedaan perspektif dalam memahami etika bisnis. Ada yang melihat etika hanya bentuk dari peraturan untuk membedakan yang baik atau buruk dalam bisnis. Namun ada juga pebisnis lebih memahami etika bisnis sebagai ketaatan pada undang-undang dan peraturan serta mekanisme pasar. Sebaliknya ada pelaku bisnis yang lebih mengedepankan profit yang besar dengan segalacara , mengabaikan etika bisnis tanpa kejujuran dan tanpa rasa malu (guilty complex) atau sedikit modal uang dan tanpa kerja keras tetapi menghasilkan uang/untung yang banyak. Di masa orde baru pebisnis semacam ini lazim melakukan bisnis dengan memanfaatkan fasilitas atau bisnis koneksi. Bisnis fasilitas akan menimbulkan persaingan usaha yang sehat, bahkan bertentangan dengan persaingan usaha itu sendiri.
Seorang akuntan sering menjadi korban pemaksaan untuk membuat laporan akuntansi palsu atau mengubah laporan tersebut. Karena akuntansi adalah sebuah bagian penting dalam perusahaan yang mengolah data keuangan. Bagian ini bisa disebut sebagai jantung perusahaan karena baik tidaknya perkembangan sebuah perusahaan ditentukan dari output data akuntansi perusahaan.
Mengenai praktek bisnis yang dikembangkan dengan tidak didasarkan etika diharapkan dapat memberikan pengetahuan bahwa etika adalah kunci untuk membangun perekonomian yang sehat dan kuat di atas kekuatan sendiri, sehingga dalam jangka panjang akan menciptakan stabilitas ekonomi. Perekonomian yang stabil dan tumbuh pada kekuatan yang riil dalam memenangkan persaingan, adalah suatu proses pelatihan bagi para pelaku ekonomi dan bisnis, sehngga pelaku bisnis dapat memenangkan. Pelatihan itu hanya akan memberikan kemajuan jika dilakukan dengan cara yang baik, yaitu penggunaan etika yang benar.

Sumber : http://www.scribd.com/doc/81244200/Makalah-Etika-Bisnis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar