Kamis, 07 April 2011

contoh hak paten di Indonesia

Lagi-lagi negeri jiran Malaysia melakukan tindakan yang membikin gerah bangsa Indonesia. Negara tetangga yang masih serumpun itu melakukan klaim bahwa Tari Perndet yang berasal dri Bali merupakan tarian yang berasal dari Malaysia. Padahal Tari Pendet sudah menjadaidi tarian upacara keagamaan di Bali selama ratusan tahun dan kini telah menjadi tarian selamat datang khas Bali. Sebelumnya, Malaysia juga telah mengklaim beberapa budaya bangsa Indonesia sebagai hak atas kekayaan intelektual mereka. Sebut saja Batik Solo, Reog Ponorogo, Angklung Sunda serta wayang kulit dari Jawa Tengah. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Seorang budayawan Malaysia mengatakan bahwa klaim yang dilakukan oleh Malaysia merupakan usaha untuk melindungi khasanah budaya Melayu dari klaim barat. Negara-negara Eropa memang sangat tertarik dengan eksotika budaya Indonesia. Tentu saja pemerintah Indonesia tidak setuju dengan pernyataan itu. Tari pendet misalnya. Jelas tarian tersebut berasal dari Bali. Maka pemerintah wajib melindungi Tari Pendet dari klaim negara manapun. Apa bedanya direbut Malaysia atau negara Eropa?

Lepas dari klaim yang dilakukan Malaysia, sebenarnya ada persoalan besar yang harus kita selesaikan yaitu perhatian pemereintah terhadap budaya Indonesia. Jika ada kasus sseperti diatas, maka pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata baru kelihatan peduli. Pemerintah berjanji bahwa semua kekayaan budaya Indonesia akan diinventarisasi dan kemudian didaftarkan sebagai hak cipta milik bangsa Indonesia. Dengan adanya pendaftaran ini, maka secara yuridis tidak ada satu negara pun dapat mengklaim budaya tersebut. Dalam kasus dengan Malaysia, Indonesia juga melakukan pendekatan G to G (government to government) untuk membahas penyelesaian dari kasus tersebut. Sampai sejauh ini, usaha pemerintah telah berhasil dan kita patut mengacungkan jempol.

Para pelaku seni seperti seniman Reog Pnorogo ataupun wayang mengatakan bahwa pemerintah termasuk lambat dalam mengambil tindakan. Mereka mengatakan bahwa jika tidak ada klaim dari Malaysia, mungkin pemerintah tidak pernah memperhatikan budaya asli Indonesia.

Jika dicermati, budaya-budaya asli khas Indonesia memang mulai terpinggirkan. Generasi muda lebih nyaman menjadi generasi MTV, anak mall dan anak gaul. Seni tradisi dianggap kuno, kolot dan terlalu membosankan. Karena itu, menjadi tugas pemerintah unutk menghidupkan kembali gerakan cinta budaya dengan program-program yang lebih nyata, terstruktur, terjadwal dan massif serta konsisten sehingga budaya negeri ini lebih dicintai baik oleh rakyat maupun aparat pemerintah itu sendiri.

Indonesia dan Malaysia merupakan dua Negara yang letaknya saling berdekatan. Seharusnya,hal ini bisa menjadikan Indonesia dan Malaysia memiliki hubungan yang sangat baik. Tetapi, yang seperti kita ketahui sekarang ini yang ada justru kebalikannya. Belum lama kita mendengar berita para tenaga kerja Indonesia yang disiksa disana. Sekarang, lagi-lagi Malaysia menyiksa batin seluruh warga Indonesia. Betapa tidak, warga Indonesia sudah cukup sering merasa sakit atas ulah Malaysia.

Selain cerita mengenai disiksanya para TKI di Malaysia, sekarang Malaysia kembali membuat masalah dengan mengklaim Tari Pendet yang berasal dari Bali sebagi budaya yang mereka miliki. Dan harus kita ingat bahwa sebelumnya Malaysia juga pernah melakukan hal yang sama. Mereka pernah mengakui Reog Ponorogo, Batik dan lagu daerah Rasa Sayange. Selain itu, Malaysia juga mengklaim wayang kulit dan keris, meskipun mereka katakana bahwa keris memang ada di Malaysia.

Kembali lagi ke Tari Pendet.Malaysia mengaku bahwa mereka hanya ingin membantu Indonesia untuk mempromosikan budayanya. Hufffffft!!Bukankah itu tidak perlu?Sama sekali tidak perlu!!Bukannya bermaksud menyombongkan diri loh.. Tapi saya yakin dan sangat sangat yakin bahwa Pulau Bali sudah sangat terkenal di berbagai Negara bahkan bisa dikatakan sudah dikenal di seluruh dunia.Begitu juga dengan Tari Pendet yang berasal dari Bali.Otomatis, Tari Pendet juga sudah sangat dikenal oleh Negara luar.

Indonesia.. ayo keluarkan semangatmu seperti saat merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah dulu.. Kita tidak boleh diam saja melihat Malaysia seperti ini.. Apakah tunggu Malaysia mengklaim seluruh kebudayaan di Indonesia baru Indonesia mau untuk berjuang mempertahankan kebudayaannnya?

Sebuah situs pada hari ini memberitakan bahwa Malaysia sudah membeli semua karya sastra dari Kepulauan Riau dan Mentawai, dan berikutnya Malaysia akan segera mendeklarasikan diri sebagai induk dari Kebudayaan Melayu. Hal ini tentu saja akan semakin membuat hubungan Indonesia dan Malaysia semakin memanas. Sudah terlalu banyak seni dan budaya milik Indonesia yang 'dicuri' dan diklaim sebagai bagian dari budaya Malaysia. Sebelumnya Malaysia mengklaim motif kain songket Palembang sebagai hasil karyanya, lalu wayang kulit Indonesia yang muncul dalam iklan kebudayaan Malaysia, dan yang baru-baru ini adalah klaim Malaysia terhadap Tari Pendet milik masyarakat Bali.

Hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari Pemerintah Indonesia dalam menyikapi masalah pencurian budaya ini. Pemerintah baru sebatas mengecam tindakan tersebut. Seharusnya ada tindakan yang lebih nyata. Antara lain dengan meminta Malaysia segera meralat segala bentuk klaim budaya Indonesia sebagai budayanya serta meminta maaf kepada bangsa Indonesia. Jika tidak, Pemerintah jangan ragu untuk membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional, karena rakyat pasti akan mendukung. Jika kasus semacam ini terus menerus terjadi, lantas apa yang akan terjadi dengan seni budaya Indonesia? Karya seni dan budaya harus dijaga dan dilestarikan, bukan untuk diperjual belikan kepada pihak manapun. Semoga Pemerintah dapat segera bertindak untuk menyelamatkan kesenian dan kebudayaan Indonesia yang telah diwariskan oleh para leluhur bangsa ini.

Namun tentu saja, sebagai bangsa yang beradab, jika kita ingin menempuh jalur hukum, maka kita tetap harus memperhatikan tata krama dan kaidah-kaidah hukum internasional. Kita tidak boleh bertindak gegabah atau anarkis, misalnya dengan melakukan aksi sweepingkepada warga Malaysia yang menetap di negara kita. Karena hal tersebut hanya akan menambah perseteruan dan justru bisa memperburuk citra negara kita di dunia internasional.

Indonesia Yang merupakan salah satu Negara terbesar di Asia, tentunya memiliki beraneka ragam adat dan budaya di masing-masing wilayah. Bahkan Lambang Negara kita berasal dari nilai luhur budaya bangsa yang beragama tersebut. Jadi pastilah kita berusaha untuk menjaga dan melestarikannya demi identitas bangsa kita ini.

Begitu mengagetkannya ketika tiba-tiba negara lain dalam hal ini malaysia mengklaim budaya asli negara kita, padahal malaysia merupakan negara dekat kita sendiri yang hidup serumpun, ada apa ya?? kok bisa malaysia berani? Inilah beberapa budaya kita yang di klaim : Batik, Tari Pendet, Angklung, Wayang Kulit, Reog Ponorogo,Lagu Rasa Sayange. Sakitkah perasaan Ibu pertiwi? Tentunya pasti . Namun satu pertanyaan internal yang perlu di jawab bersama supaya kita tidak sekedar emosi akan kejadian tersebut. yakni: Mengapa mereka berani mengklaimnya?

Sebagai warga negara yang baik khususnya para generasi muda, sepantasnya belajar tentang budaya dalam negeri jangan hanya belajar budaya asing dan melupakan identitas budata dalam negeri sendiri, ini banyak yang terjadi di penjuru nusantara. Terutama di bidang musik, Mode dan pergaulan. Jangan kaget ketika 10 tahun ke depan apabila tidak adanya regenerasi, budaya yang kita banggakan dan kita anggap sebagai jati diri bangsa hilang dan pudar. Sepatutnya kita sedikt berterima kasih pada malaysia yang sedikit menguji rasa nasionalisme kita sebagai warga negara, masih adakah? Kalau memang kita peduli, maka sepatutnyalah kita khususnya pemerintah berupaya melestarikan dan melakukan sosialisasi lebih jauh identitas negara kita ini agar tetap berjaya di mata dunia.

A. Asal-Usul Batik
Warisan (peninggalan) dari nenek moyang bangsa Indonesia ke generasinya sekarang adalah beragam bentuk, jenis, dan wujud (rupa). Beberapa di antaranya adalah candi- candi; senjata tradisional seperti sangkur, keris, dan tombak; kapal laut Pinisi; wayang; dan batik. Warisan dari nenek moyang itu tidak semuanya terpelihara dengan baik di masa sekarang di satu sisi, tetapi di sisi lain, sekarang ini ada upaya lebih giat dari pemerintah, kalangan swasta, dan masyarakat Indonesia untuk melestarikan semua peninggalan tersebut. Salah satu upaya pelestarian peninggalan itu adalah batik.

Batik Indonesia sejak dahulu hingga sekarang telah dikenal luas oleh masyarakat, baik dari dalam maupun luar negeri. Daerah sentra batik di Indonesia yang terkenal antara lain Yogyakarta, Solo, Semarang (Joglosemar). Selain ketiga daerah tersebut dikenal juga Pekalongan sebagai tempat pengrajin batik.

Kata batik konon berasal mula dari kata 'tik'. Kata ini berarti titik. Mengapa batik ada hubungannya dengan titik? Hal ini dikarenakan dalam proses pembuatan batik melalui tahapan penetesan lilin ke kain putih yang akan dijadikan batik nantinya. Saat proses penetesan tersebut maka tetesan lilin itu akan berbunyi tik-tik-tik sehingga akhirnya lahirlah istilah kata batik. Di lain sisi, ada pihak yang berpendapat bahwa kata batik bersumber pada sumber-sumber tulis kuno yang dihubungkan dengan tulisan, atau lukisan . Kedua pendapat ini hingga sekarang masih digunakan untuk menjelaskan asal-usul kata batik, dan hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah mendasar dalam upaya pengembangan batik di masa sekarang dan mendatang.

Warisan berarti semua peninggalan dari masa silam/dahulu yang sekarang bentuk, jenis, dan wujud (rupa)nya masih ada, dan digunakan oleh generasi sekarang. Secara khusus, warisan dalam judul tulisan ini mengacu pada peninggalan batik dari era generasi terdahulu ke sekarang.

Budaya dapat diartikan sebagai semua hasil cipta, rasa, dan karsa manusia (Koentjaraningrat). Berdasarkan pendapat ini, batik adalah salah satu hasil dari cipta, rasa, dan karsa yang dilakukan oleh manusia Indonesia, baik sejak masa silam hingga sekarang, selain hasil lainnya yang berwujud pada bangunan candi-candi kuno, senjata-senjata tradisional, dan Pancasila (buah pikiran Bung Karno yang bersumber pada nilai-nilai kearifan bangsa Indonesia sebelumnya).

Kata Indonesia digunakan untuk menjelaskan konsep suatu wilayah di zona Asia Tenggara yang didiami oleh orang-orang dari pulau Sabang hingga Merauke di mana dia merupakan tempat yang terdiri dari daratan lebih kurang 2 juta kilometer persegi, dan lautan seluas lebih kurang 3 juta kilometer persegi. Jika dihubungkan dengan kata batik maka dia adalah salah satu hasil karya dari suku bangsa yang mendiami Indonesia, yakni etnis Jawa.

B. Permasalahan
Tulisan ini berusaha menjelaskan permasalahan-permasalahan yang timbul sehubungan dengan upaya melestarikan batik sebagai warisan budaya Indonesia. Permasalahan yang dimaksud, difokuskan pada pertanyaan : pertama, bagaimana kita dapat lebih mengembangkan dan mencintai produk batik pada generasi Indonesia sekarang dan mendatang, dan kedua, upaya kita bersama untuk melestarikan batik Indonesia.

C. Alternatif Solusi untuk Permasalahan
Sehubungan dengan upaya untuk menjawab kedua permasalahan di atas, penulis mengajukan beberapa alternatif solusi, yakni:

Dari segi pendidikan
Penulis menyarankan kepada pemerintah melalui Depdiknas untuk mewajibkan matapelajaran membatik kepada para siswa menengah kejuruan pada level SLTA di daerah-daerah sentra utama pengrajin batik, yaitu Yogyakarta, Solo, dan Semarang (Joglosemar), dan Pekalongan. Manfaat yang diperoleh dari aktivitas ini antara lain adalah siswa SLTA kejuruan secara langsung ikut terlibat dalam proses pembuatan hingga akhinya menjadi produk final (batik), sekaligus juga terjadi proses penanaman pelestarian batik pada generasi muda (SLTA) Indonesia. Selain itu, keuntungan lain yang diperoleh para siswa adalah mereka dapat menambah uang saku untuk membiayai pendidikan mereka, atau untuk memenuhi kebutuhan mereka lainnya. Agar hasil produk batik yang dibuat oleh para siswa menjadi bagus dan bernilai komersial, Depdiknas setempat dapat merekrut tenaga pengajar lokal yang memiliki keahlian tinggi dalam membatik, misalnya, pembatik lokal (sektor informal) di satu sisi. Di sisi lain, untuk tenaga pengajar formal, hal ini dapat diperoleh dari para lulusan minimal setingkat D3 yang mendalami seni dan kriya pada aras universitas. Dampak jangka panjang dari kegitan ini adalah selain kesinambungan produksi batik terjaga kontinuitasnya, juga dia menjadi salah satu sektor penghasil tenaga kerja terampil (pembatik) untuk para siswa SLTA kejuruan. Harapannya setelah para siswa lulus, bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan ke level universitas, mereka dapat menjadi pembatik yang terampil tanpa harus mereka menjalani pendidikan dan keterampilan yang lebih tinggi.

Jika dikaitkan dengan usaha pengembangan, pencintaan dan pelestarian batik pada generasi muda sekarang dan mendatang, kegiatan ini sangat mengena pada mereka. Penyebabnya adalah mereka telah dilibatkan dalam proses produksi hingga menjadi produk akhir berupa kain batik. Aktivitas tersebut tentunya sangat membekas mendalam untuk mereka karena mereka menjalani proses antara teori dan praktek yang berjalan bersamaan. Serupa dengan kegiatan ini, misalnya, untuk wilayah Sumatera Utara, Depdiknas setempat dapat menerapkan konsep yang sama untuk produksi kain Ulos, yaitu salah satu kain khas yang dibuat oleh suku Batak. Untuk daerah-daerah lainnya di Indonesia, konsep tersebut juga dapat diterapkan untuk para siswa SLTA kejuruan.

Dari segi ekonomi
Setelah berlangsung proses produksi, maka unsur pemasaran memegang peranan penting dalam upaya menjual produk batik ke konsumen. Menurut penulis, kita perlu membuat suatu slogan (tagline) yang membuat para konsumen (dari muda hingga tua) untuk selalu mengingat dan lebih tertarik menggunakan batik. Slogan itu, misalnya, “Batik is Indonesia.” Dipilih dalam bahasa Inggris karena dia adalah bahasa terbanyak yang digunakan oleh orang-orang di seluruh dunia, dan orang Indonesia sendiri pun secara garis besar mudah memahami slogan ini.

Adapun ide pembuatan slogan ini diilhami oleh perusahaan Coca-Cola yang sukses mengkampanyekan produknya ke seluruh dunia melalui slogan : Always Coca-Cola. Slogan ini singkat, tetapi dia memiliki efek kuat di benak konsumen. Hal yang sama diharapkan juga terwujud melalui slogan : “Batik is Indonesia.” Selain slogan ini ingin meraih simpati konsumen seluas mungkin, dia juga mengingatkan kepada semua orang baik dalam negeri maupun luar negeri. Bagi orang dalam negeri (Indonesia), slogan ini memberikan efek untuk membuat kita tahu dan lebih mencintai produk buatan sendiri, sedangkan bagi orang luar negeri, mereka akan tahu bahwa batik berasal dari Indonesia (suku bangsa Jawa, khususnya), dan bukan dari negara lain yang mengklaim dirinya sebagai pencipta batik. Alasan terakhir ini menjadi sangat penting karena pada era globalisasi sekarang dan mendatang, masalah asal-usul produk sangatlah penting karena dia menyangkut isu Hak atas Kekayaan Intelektual (HakI). Tentunya, kita tidak ingin hasil karya asli bangsa kita diakui melalui hak paten oleh negara lain. Oleh karena itu, kita harus mengupayakan program yang baik, ringkas, sederhana, murah dan terukur kepastian ongkosnya (transparan) serta cepat dalam pembuatan hak paten batik di Dirjen HakI. Sayangnya hingga sekarang, kita cukup sering mendengar bahwa biaya untuk pengurusan hak paten tidaklah murah, sehingga hal itu memberatkan pengaju hak paten yang terutama kebanyakan adalah pengusaha UMKM seperti pengrajin batik. Oleh karena itu, penulis mengusulkan agar Dirjen HakI dapat melakukan langkah terobosan sehubungan dengan permasalahan ini. Terobosan itu, misalnya, dibuat adanya mekanisme pengangsuran (kredit) dari Dirjen HakI untuk para pengaju hak paten produk batik, sehingga hal itu akan menimbulkan kesan seolah-olah biaya hak paten suatu produk (batik) menjadi lebih murah.

Selain paparan di atas, pemasaran juga berhubungan erat dengan produksi dan sasaran pengguna (konsumen) dari suatu produk. Bila dipilah, produk batik itu dapat digolongkan untuk konsumen berpendapatan rendah, menengah, dan tinggi. Oleh karena itu, semua upaya produksi, pengembangan, pencintaan, dan pelestarian produk batik haruslah dilakukan dengan menyasar pada ketiga kelompok konsumen tsb.

Untuk kelompok pertama dan ke dua, bisa jadi terbanyak konsumennya adalah anak-anak muda yang belum memiliki penghasilan sendiri, tetapi mereka sangat memperhatikan tampilan warna, model, dan harga jual. Oleh karena itu, untuk konsumen pada kedua kategori ini, produk yang dihasilkan haruslah memperhatikan unsur model, warna, dan harga jual. Menurut penulis, di dunia nyata, langkah yang ditempuh Batik Danar Hadi, misalnya, adalah sudah cukup baik. Dikatakan cukup baik, karena perusahaan ini menjual produknya untuk sasaran konsumen berpendapatan rendah, menengah, dan tinggi yang mana masing-masing produk batik untuk ketiga kelompok konsumen tersebut adalah berkualitas baik. Indikatornya antara lain adalah warna batik untuk produknya tidak cepat luntur/pudar, mengikuti tren anak muda yang dinamis, yang mana kelompok ini menginginkan warna-warna cerah dan potongan/model batik yang segar/menarik, serta harga jual yang terjangkau (kompetitif). Khusus untuk konsumen berpendapatan tinggi, kelompok ini umumnya menginginkan produk batik tulis tangan yang tidak diproduksi secara masif. Strategi pemasaran yang dapat dilakukan untuk konsumen ini adalah menjaga kepercayaan mereka akan kualitas yang tinggi untuk setiap batik tulis yang dihasilkan oleh pembatik (perusahaan yang berusaha di bidang batik). Selain itu, untuk mendapatkan lebih luas lagi para konsumen di segmen ini, perusahaan batik dapat melakukan pameran atau workshop di dalam dan luar negeri.

Untuk pangsa pasar konsumen berpendapatan rendah dan menengah, strategi pemasaran yang dapat dilakukan, misalnya, adalah penjualan batik melalui distro-distro, melalui koperasi mahasiswa (Kopma), koperasi-koperasi sekolah, pasar-pasar tradisional, dan pasar-pasar modern dengan memperhatikan unsur model, warna-warna yang cerah dan berani, serta harga jual yang kompetitif, dan disertai dengan mutu batik yang baik.

Dari segi lingkungan hidup
Di era sekarang dan mendatang, isu lingkungan hidup menjadi krusial. Apa kaitannya antara lingkungan hidup dengan batik? Penulis beranggapan hubungan antara keduanya erat.

Dalam proses membatik, dia terkadang memerlukan campuran kimia warna tertentu untuk dapat menghasilkan produk akhir (batik). Selama proses membatik itu, faktor bahan-bahan yang digunakan dalam membatik seperti warna, haruslah bahan-bahan yang aman bagi manusia, dan tidak membahayakan lingkungan hidup. Untuk yang terakhir, kita harus memastikan adanya sistem pengelolaan limbah yang ramah lingkungan hidup bagi perusahaan-perusahaan batik skala menengah dan besar. Adapun untuk perusahaan skala kecil, edukasi kepada para pengusaha atau pembatik mengenai bahan-bahan yang aman untuk diproduksi dalam pembuatan batik perlu dilakukan. Akan lebih baik lagi, bila mereka ini tetap menggunakan bahan-bahan alami dalam membatik sehingga resiko pencemaran lingkungan hidup menjadi lebih kecil. Bila kita dapat menjalankan dengan baik semua proses ini, kita memperoleh manfaat darinya seperti berkesinambungannya proses produksi batik yang aman terhadap lingkungan hidup, dan menaikkan citra batik Indonesia di hadapan orang luar negeri. Alasan yang terakhir ini karena pada umumnya orang-orang asing (dari Eropa terutama), mereka sangat peduli terhadap suatu produk yang dihasilkan dari proses yang aman /ramah terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan kedua alasan ini, kita harus peduli untuk mewujudkan produk batik Indonesia yang aman terhadap lingkungan hidup (batik is a green product).

Berdasarkan paparan-paran sebelumnya, kedua permasalahan yang ada dalam tulisan telah penulis jawab. Secara singkat, alternatif solusi untuk kedua permasalahan itu, telah dibahas dari segi pendidikan, ekonomi, dan lingkungan hidup. Penulis berkeyakinan bahwa bila ketiga segi atau unsur di atas dilakukan secara bersamaan dan ajeg oleh kita semua, maka upaya kita untuk lebih mencintai, mengembangkan, dan melestarikan batik sebagai warisan budaya Indonesia akan berhasil di dalam negeri, dan dia juga akan berdampak positif pada citra batik Indonesia di mata orang-orang non-Indonesia (asing), baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar